Ya, begitulah aku menamai kontak ayah di HP ku. Sehari-hari
akau juga panggil begitu. Yaya. Beberapa orang heran. “kok bisa Yaya sih? Ayah kan
maksudnya? Dulu kecil ngga bisa ngomong ayah ya?” wkwk. engga, dari kecil memang
Yaya. Dari kata abuya katanya.
Yaya paling ganteng di keluarga. Anaknya 3 perempuan semua. Dari
dulu, Yaya kesayangan anak-anaknya. Selalu bisa diajak main. Main ayunan,
tebak-tebakan, gendong, apapun bisa jadi mainan. Sampai anak-anaknya besar pun Yaya
tetap asik diajak main. Main tebak-tebakan, lucu-lucuan (meskipun sering ngga
lucu) sampai diskusi hal-hal asik. Diskusi hal kecil, serius, tapi menggelitik
dan tetap bermakna. Yaya bukan tipe yang jaim menunjukkan rasa sayang. Verbal pernah,
non verbal lebih sering. Kadang mengusap-usap kepala, sambil didoakan. Bahkan beberapa
kali masih suka cium pipi, meskipun anaknya udah agak besar. Itulah kenapa,
sampai sebesar ini aku ngga merasa butuh pacar. Sayang dari Yaya sudah sangat
cukup menghiasi masa-masa remajaku yang sebenarnya punya banyak peluang
masuknya cerita romansa.
Dulu aku pernah cemburu. Waktu kelas 6 SD. Yaya sibuk sekali
sama pekerjaannya. Waktu aku diajak ke toko buku Yaya malah telpon dengan entah
siapa, yang pasti partner kerjanya. Padahal biasanya Yaya yang bantu pilihkan
aku buku cerita. Aku merajuk minta pulang sambil menangis sepanjang jalan. Diakhiri
dengan bantingan pintu dan rebahan keras di atas ranjang. Yaya memang notabene
pelayan umat. Dari dulu hingga sekarang. Sempat terbersit di diri “aku ngga mau
jadi kaya Yaya, repot ngga ada waktu buat keluarga”. Hal yang aku syukuri, hari
itu aku tidak dibiarkan meringkuk sendiri. Umi datang menemani. Menanyakan bagaimana
perasaanku. Aku cemburu. Ternyata umi juga. Tapi disitu umi bercerita, bahwa
kita harus berbangga, banyak mengerti dan membantu. Yaya bukan sedang melakukan
pekerjaan biasa. Yang diperjuangkan adalah kepentingan umat, tanpa mengharap
balas apa-apa. Kalau aku ngga rewel, aku juga dapat pahala. Tugasku satu lagi,
mendoakannya agar selamat dari segala fitnah. Akhirnya aku fahami, dan mulai
banyak menerima. Bahkan hari ini, sedikit banyak aku melalui langkah yang sama.
Akhir-akhir ini aku banyak mendengar. Katanya Yaya pemimpin
yang banyak disayang orang. Yaya jadi bapak sejuta umat di kota kecil kami. Yaya
orang yang ambisius ketika memiliki cita-cita. Tujuannya direpetisi berulang
kali. Ketika bercerita dengan rekan kerja, ketika pidato di depan khalayak,
ketika lewat di bunderan balai kota, pilihan nomor telepon, bahkan sampai ke
hal-hal kecil di rumah semuanya tentang cita-citanya. “5M” dan “angka 8” jadi
obrolan sehari-hari yang disambungkan kemana-mana, sampai aku hafal dengan
polanya, yang dekat sama Yaya pasti paham maksudnya. Tapi di sisi lain, Yaya
orang paling sayang dengan sekitarnya. Anak-anak TK di dekat rumah, kalau Yaya
datang pasti senang sekali, kayak ketemu idola. Ibu-ibu di pasar juga banyak
yang kenal Yaya karena sering beli dan basa-basi, padahal di rumah umi juga
sudah belanja. Yaya beli biar menyenangkan orang. Apalagi kalau yang jualan
teman sendiri. Kakak tingkat yang akhir-akhir ini kerja bareng Yaya juga
terkesan karena suka dikirimi pantun-pantun (kurang) lucu. Gapapa, namanya juga
usaha. Wkwkwk. Tapi karena itu, gap usia bukan jadi hal berarti untuk saling
support dan kerjasama.
Ohiya, Yaya juga orang yang mau banyak belajar. Jiwa mudanya
ngga pernah redup. Kalau bicara soal ideasi dan kreativitas, aku masih nyambung
banget kalau ngobrol sama Yaya. Tentang berita terkini, bahkan sampai soal thread
KKN Desa Penari. Berbagai medsos Yaya punya. Jadi ngga ada ceritanya
kucing-kucingan medsos sama Yaya, karena kita bikin di waktu yang biasanya
hampir sama, bahkan lebih sering Yaya duluan yang punya.
Ah, seru lah pokoknya
I love You 3000 Yaya
Komentar
Posting Komentar