Langsung ke konten utama

Catatan Aksi #ReformasiDikorupsi (Jakarta-240919)

Catatan ini, catatan biasa seorang Alsa. Seorang yang jarang terlibat di aksi lapang, karena selama menjadi masih menempuh jadwal kuliah selalu taat pada ibunda dosen, demi ridho akan ilmunya.

Mulai hari Sabtu (22/9) seperti biasa, di rumah ayah suka melempar diskusi-diskusi ringan. Ngobrolin berita sampai hal-hal yang receh. Hari itu, ayah tanya soal gerakan mahasiswa yang mulai menggeliat dimana-mana. Aku yang sedang kesal, membalas ringan. "kalau ada seruan aksi ke Jakarta, aku boleh ikut ngga yah?" ayahku malah tertawa "ya, nanti kamu di Jakarta malah tidur. Ditanyain isunya aja kamu belum paham kok" iya, hari itu aku memang kalah di meja diskusi.

Malamnya, terfikir olehku banyak hal. Negri ini sedang dalam prahara, apa yang bisa aku kontribusikan? Teringat kisah burung pipit pada eksekusi bakar nabi Ibrahim. Aku yang biasanya dapat jatah "jaga rumah" di EM, merasa harus mengambil peran lebih.  Setelah diskusi ringan di chat sama Azzam, ternyata memang ada rencana kita berangkat ke Jakarta. Akhirnya, aku memvalidasi ulang ijin berangkat yang tadinya hanya main-main. Ayahku bilang "boleh, asal ada teman perempuan. Ini memang waktunya kakak yang berjuang". Umiku bilang "nanti kalau pas aksi yang perempuan di tengah ya, diborder. Terus kalo ada rusuh &#*?!" panjang, kujawab "iya mi, nanti teknis lapangan ada kok yang atur". Eyangku bilang "iyo, engko tak sangoni" wkwk.

Akhirnya, setelah koordinasi internal yang cukup alot Senin (23/9) pagi. Kami memutuskan untuk memberangkatkan rombongan ke Jakarta.

Dengan berbagai keterbatasan, sempat khawatir juga kuota yang ada ngga bisa terpenuhi. Alhamdulillah Sore kami buka pendaftaran, di malam harinya kami bisa memberangkatkan 1 bus penuh.

Pukul 10.00 malam kami berangkat dari UB. 59 orang ikut serta, 3 diantaranya dari polinema, sisanya dari UB. 9 nya perempuan sisanya laki-laki.

Sekitar Pukul 11 keesokan harinya (24/9) kami tiba di masjid TVRI. Dibarengi susasana Massa aksi berdatangan dari segala penjuru. Dada ini rasanya mau pecah oleh haru. Ini mahasiswa dari seluruh Indonesia datang untuk berjuang bersama. Sebelum turun dari bus, kami diam sejenak untuk briefing. "keselamatan kita tetep jadi yang utama. Kita ngga tau apa yang akan terjadi di lapangan nanti. Semua komando ada di saya (Azzam), jika terjadi apa-apa kepada saya, maka komando dialihkan ke Bowo, jika terjadi apa-apa kepada Bowo, maka komando dialihkan ke Alsa, jika ada apa-apa kepada Alsa, maka komando dialihkan kepada Ariq" Briefing terakhir sebelum Azzam menutup forum membuat seisi bus hening.

Kami turun dari bus, menyiapkan perangkat aksi. Tiba-tiba ada ibu-ibu memberhentikan kendaraannya di pinggir jalan dan menyapa kami. "nak, titip perjuangkan Indonesia" ujarnya dengan semangat sambil meneruskan layaknya orasi. Ah, aku trenyuh. Pundak kami tengah memikul suara rakyat Indonesia.


  1. Setelah sholat Dhuhur di masjid TVRI, Pukul 11.30 kami langsung menyusul kawan-kawan dari univ lain yang sudah longmarch terlebih dahulu ke gedung DPR. Yel-yel sambutan diperdengarkan. Banyak juga warga sekitar yang membagikan makanan dengan cuma-cuma kepada massa aksi. Sambil jalan, aku mengingat-ngingat kembali poin-poin tuntutan, masih tidak terima dibilang ayah di Jakarta mungkin hanya tidur saja.


Kami sampai di depan DPR, tepat ketika mobil komando melayangkan ultimatum meminta waktu 30 menit agar Ketua DPR hadir di tengah-tengah kita. Sembari menunggu waktu ultimatum, diadakan break shalat. Mobil komando lain meneruskan orasi-orasi dan agitasi. Suasana masih sangat kondusif, aku masih sempat menyapa kawan mahasiswa dari lampung, padang, dan lainnya. Sampai 30 menit selesai break, suasana mulai memanas. Mulai ada yang memprovokasi. Kami sudah sepakat dari awal, ketika suasana mulai memanas maka teman-teman yang perempuan harus mau mengalah, mundur duluan. Pina, temanku yang juga koordinator forum perempuan mulai menghimbau untuk menarik massa perempuan dari lapangan. Setelah meminta persetujuan Azzam, aku dan 8 orang perempuan lainnya mundur kembali ke titik awal di TVRI.

Sampai di TVRI, melihat masjid yang sudah penuh oleh orang-orang yang beristirahat aku berinisiatif untuk mencari tempat duduk lain. Aku terus berjalan hingga ke kompleks bagian belakang, mencari tempat teduh untuk singgah. Selain 9 orang perempuan, ada juga bowo dan 2 orang lain yang ikut menemani. Setelah duduk, nisa berinisiatif untuk menonton live streaming tv. "eh, sa. Water cannon nya udah keluar". Tak lama kemudian, dari tempat duduk kami terdengar suara seperti seng yang bergoyang keras lalu tembakan berdentuman. Di layar, terlihat gas air mata mulai dilepaskan.

Aku langsung mengecek HP. Bertanya kondisi yang masih tertinggal disana. Tidak ada yang menjawab. Hening. Beberapa saat kemudian, Azzam menjawab. Posisinya sudah menyebrang tol. "batraiku tinggal 7%" ah, sudah kutawarkan power bank padahal sebelum tadi berpisah. Akhirnya, Bowo memutuskan untuk mengejar ke lokasi Azzam agar tak putus komunikasi. Setelah agak jauh, aku baru menyadari, Bowo pun lupa membawa power bank nya. Filia menyusul lagi.

Tak lama setelah Filia pergi, kericuhan mulai merambat ke depan TVRI. Orang-orang panik berlarian. Aku menunggu di depan gerbang, mengecek satu-satu yang berlarian. Satu dua kuidentifikasi beralmamater UB kutanya "yang lain kemana?" "mencar mba". Di grup ramai bertanya "pada dimana?" "Semuanya upayakan merapat ke TVRI. Kembali ke titik kumpul di TVRI" "update lokasi dan jumlah di masing-masing titik" instruksi terakhir dari Azzam, sebelum HP nya mati dan belum terjejak lagi.

Suasana mulai mencekam. Bertubi-tubi orang masuk dengan kondisi yang tidak baik-baik saja. Sesak, dibopong, terluka. Efek gas air mata mulai terasa. Bapak pegawai TVRI mempersilahkan kami masuk ke salah satu gedung "Nisa, minta tolong absen semua yang sudah sampai di TVRI, data keterangan lokasi setiap orang yang sudah update. Hubungi yang blm ada keterangan."

Aku kembali keluar, mencermati satu-satu yang berdatangan sambil berdiri di palang parkiran. "Malang, kumpul ke belakang" teriakku ketika teridentifikasi almet biru tua. Jam 17.00 sekitar 30 orang dari UB sudah aman di TVRI "ngga ada yang boleh keluar dari kawasan TVRI" ujarku galak. Aku masih mencoba menghubungi teman-teman yang terpantau kebingungan di grup. Satu-satu kutelepon menanyakan kondisi. Azzam terpantau sudah bersama Sunu (presbem EKM UB3). Bowo di GBK terjebak kerusuhan.

Menjelang maghrib, suasana semakin tegang. Masjid penuh sesak oleh korban luka-luka dan terdampak gas air mata. Kepanikan tergambar dari setiap wajah. Aku berkeliling kawasan TVRI mencari titik tim medis yang bisa membantu. "mbak mau kemana? Mbak disini aja" ujar salah satu staffku sambil mengikuti langkahku. "jalan-jalan aja" aku tersenyum sedikit tertawa. "santai-santai" aku bergumam sambil berlalu, padahal aku sendiri yang panik.

Tak lama kemudian aku melihat Filia terduduk lemas di teras Masjid. "Ya Allah Filia baik-baik aja?" Filia satu-satunya perempuan yang keluar dari TVRI setelah kerusuhan terjadi. "udah ngga papa mba" Filia menceritakan, ia berada di tengah kerusuhan dengan pedihnya gas air mata, lemparan batu, dan kepanikan massa. Ia sempat putus asa dan merasa sudah tidak ada harapan hidup lagi. Alhamdulillah, masih ada Amri yang di tengah jalan bertemu dan mendorong hingga Filia sampai disini.

Satu demi satu anggota rombongan dari Malang kembali ke TVRI. Ada helaan nafas lega melihat mereka baik-baik saja. Menjelang Isya, aku kembali bertanya ke Nisa "berapa orang Nis yang belum balik?". "Sudah semua terpantau lokasinya, sebagian besar sudah di TVRI. Tinggal 6 orang yang sama Azzam Bowo belum sampai disini". Mengetahui hal itu, kami memutuskan untuk shalat sejenak.

Setelah shalat, aku menanyakan lagi "Azzam, Bowo, serombongan gimana updatenya?" salah satu menjawab "itu mba sudah sampai". Alhamdulillah. Kita harus kembali malam itu juga. "Coba diabsen sekali lagi sa, habis itu kita move ke lokasi bus" ujar Azzam. Setelah memastikan semuanya sudah shalat, aku mengabsennya kembali satu per satu. Belum sampai selesai, terdengar dentuman keras. Ternyata gas air mata ditembakkan ke kawasan TVRI. "semuanya ke lantai 2" ujar Bowo, disusul orang-orang yang berlarian.

Aku pun ikut ke lantai 2. Tak lama kemudian, Filia dibopong, terlanjur sesak. Setelah tertangani dan efek gas air mata mereda, aku melanjutkan absen. Kuhitung 123... ternyata Kurang 2 orang. "kemana 2 orang ini? Bukannya sudah kubilang, gaada yang boleh keluar dari kawasan TVRI." Kondisi di luar masih mencekam. Setelah ditelpon, ternyata mereka ada di luar TVRI "kita baik-baik aja mba. Kalau sudah siap bus nya, saya langsung menyusul kesana"

Kondisi di luar, belum aman. Kita belum bisa bergerak. Setelah menunggu sekitar setengah jam, Bowo keluar melihat keadaan. "stand by HP ya sa. Siapin anak-anak. Kalau udah siap, langsung gerak".

Kami keluar dari TVRI sekitar pukul 10.30 malam. Sesuai instruksi, semuanya melepaskan identitas almamater. Ada juga mas Fajri dan mba Marwa, senior yang menghampiri kami sekedar membawakan logistik sederhana untuk mengganjal perut dan menenangkan keadaan. Suasana di luar masih pekat dengan asap. Masih tersisa bakaran dan bekas kerusuhan dimana-mana. Bus diparkir di lapangan panahan. Tepat setelah kami lengkap masuk ke bus, tembakan gas terjadi lagi di depan GBK. Sekitar jam 11, bus baru meninggalkan lokasi GBK.

Alhamdulillah, kami sampai di Malang dengan selamat keesokan harinya pukul 2 siang (25/9).

Cerita ini, akan jadi cerita yang terus terkenang. Pergerakan mahasiswa kembali marwahnya. Catatan sejarah, dimana kita kembali menyuarakan hak-hak rakyat tanpa sekat. Kita bertanggungjawab atas setiap pengetahuan yang kita punya. Apa-apa yang tidak kita tau, biarlah kita serahkan kepada yang Maha Mengetahui. Di zaman yang semakin berbolak-balik, ada kalanya kita memohon "Ya Allah, tunjukkanlah yang baik itu baik dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Tunjukkanlah yang buruk itu buruk dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya"

Hari ini, kita dielu-elukan. Tapi perlu kita ingat, Harga diri mahasiswa adalah harga diri rakyat. Tak bijak ketika kita menjadi jumawa, tapi jangan letakkan ia jatuh di tanah. Tempatkan di tahta yang selayaknya. Ketika aku mengingat ini, aku akan berandai-andai. Kapan kita bertemu lagi?

Hidup mahasiswa!
Hidup rakyat Indonesia!
290919

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selagi muda, belajar!

Jadi, aku mau cerita, Pada suatu hari (ehem)…  Aku, seorang mahasiswi usia 22 tahun. Yang insomnia kalau sudah masuk usia kritis finansial. Kebetulan hari itu kena musibah, rantai motor yang romantis menemaniku setiap hari akhirnya memutuskan hubungan rantainya. Alhasil, malem itu aku harus nelpon umi, minta tolong dijemput dan motor malang itu terpaksa harus kutitipkan di sebuah kantor bisnis coaching. Sambil nunggu dijemput, aku membaca sebuah selebaran. Dalam waktu dekat akan ada pelatihan bisnis. Sepertinya aku sudah mulai butuh untuk upgrade diri ke arah sana. Akhirnya, malam itu diakhiri dengan batinan yang ternyata didengar Allah sebagai doa. Iya, doa 1 bulan setelahnya, mendekati waktu training bisnis, ayah tiba-tiba bilang. “kak, daftar ke coaching bisnis ya” “ehiya? Yang mana?” dan ditunjukkanlah brosur persis seperti yang aku lihat malam itu. Setelah sedikit berdiskusi. Bismillah, insyaallah berangkat.  Setelah hari H, ada sedikit miskom deng...

Don't Break the Chain

Ada suatu waktu dimana kita terinspirasi akan suatu hal, berusaha berubah setelahnya. Satu-dua hari tekat itu berhasil. Hari setelahnya, kita lupa lalu berkurang-berkurang, sampai kita semakin pesimis   akan tekat kita di awal. Kembalilah kita di kebiasaan sebelumnya. Akhirnya terbentuklah siklus males- terinspirasi- lupa- pesimis- males lagi (Hiyaa). Istiqomah ada kaitannya dengan habit. Habit, maknanya sebuah kebiasaan. Seseorang akan terbentuk sesuai kebiasaannya. Membentuk sebuah kebiasaan itu ngga gampang gais. Ada lika-liku yang harus ditempuh. Kalau kata pak Rhenald Kasali dalam bukunya self driving , ada peran mielin (atau simpelnya ingatan dalam tubuh kita) ketika kita membentuk sebuah kebiasaan. Jalur syaraf yang semakin sering digunakan dan distimulus membuat mielin pada syaraf tersebut menebal. Di awalnya kita akan memaksa-maksakan diri untuk membiasakan hal baru. Butuh repetisi dan keteguhan hati. Don’t break the chain . Setelah lewat 21 hari, ia akan ...

Dosis Terapi

Kamu punya target harian tilawah ngga? Aku punya. Simpel sih. 1 juz per-hari. Kalau aku berhasil menuntaskan itu, rasanya hal itu jadi terapi buat mood ku selama seharian. Kalau aku baca di awal hari, aku bakal ngerasa seharian itu lebih yakin dan tenang. Kalau aku baca di akhir hari, aku bakal banyak banget merefleksi hari itu. Yang buruk biar jadi pembelajaran, yang baik untuk dipertahankan. Aku menyebut 1 juz sehari sebagai dosis terapi. Karena (versiku) dibawah itu belum berhasil jadi terapi buat jiwaku yang gampang bet goyah ini hehe. Untuk sampai ke kebiasaan 1 juz itu gampang ngga sih? Sejujurnya ngga. Butuh menangkal beribu pemakluman atas diri sendiri yang super manja. Ketika aku marah-marah sama diriku sendiri, aku bilang “ kuncinya Cuma satu, kamu mau berubah atau ngga?”. Dan harus bener-bener galak sama diri sendiri. Heu Ada saatnya juga, dimana kita udah baca, sampe ditengah-tengah nih malah capek ngos-ngosan. Habis itu malah ngitung jumlah halaman yang...