Langsung ke konten utama

Narasi Hidup


Suatu hari di suatu tempat, aku diminta menuliskan sebuah narasi hidup. Apa alasan aku hidup? Aku mau berbuat apa sepanjang hidup? Sejenak aku terdiam.

Apa ya… hm.

Dengan berbagai kejadian yang perlu banyak disyukuri ini (jurusan yang sedikit ngga sesuai karena aku suka teorinya tapi ngga srek sama praktiknya, ditambah menjelang detik terakhir malah jadi wapres), aku sebenernya jadi sedikit bingung menentukan arah hidup. Tujuan hidup utama, sebenernya udah jelas sih. Ngga ada lain, ngga bukan, cuma untuk ibadah sama Allah. Inna Shalatii wa nusukii wa mahyaaya lillahi rabbil ‘alamiin. Tapi bos, aku mau punya ibadah sosial yang kayak gimana? Apa sih peran yang mau aku ambil di dunia ini?

Apa ya.. hm.

Teringat beberapa tahun lalu, waktu aku bingung milih jurusan kuliah. (aku ceritain lagi nih. Kebanyakan drama emanag Wkwk (baca judul lain: cita-citaku)). Aku sebenernya sempat punya satu prinsip sih. Sejauh apapun aku pergi, serumit apapun profesiku nanti, aku tetap harus jadi tempat pulang orang-orang terdekatku. Seperti umi, yang kemanapun aku pergi rasanya ia selalu dekat. Perhatiannya, pesan-pesannya, melekat erat hingga menjadi karakter di diriku. Selama apapun aku pergi, umi selalu jadi tempat cerita ternyaman daaan tetap jadi partner terbaik yaya (read: ayah).

Teringat yaya yang selalu setia jadi penopang. Pantang mengeluh. Tegas tapi penuh kasih sayang. Adaa aja solusinya kalo aku ada masalah. Suka banget pulang bawa oleh-oleh. Suka receh, tapi aku suka. Teladan buat banyak hal dalam hidupku. First love aku.

Teringat juga beberapa bulan yang lalu, aku kedatangan tamu yang tidak diinginkan. Sebut saja Mawar. Ia tiba-tiba masuk ke rumahku tanpa ijin. Tiba-tiba menangis di depanku. Sejenak aku ngga bisa menyembunyikan kekagetan. Bingung, “siapa ini? Kok tanpa ketuk pintu masuk tanpa ijin.” , setelah aku bisa berfikir jernih, aku baru sadar ini Mawar teman kecilku. Sudah lama ngga keliatan di sekitar rumah, tiba-tiba hari itu dia kabur dari rumahnya, ke rumahku. Di kamarku dia sembunyi sambil cerita. “Alsa, tolong aku. Mamah papahku ringan tangan. Aku dipukuli, diguyur di kamar mandi. Aku ngga faham salahku apa.” Belum selesai dia cerita, aku lihat sendiri bagaimana kasarnya ia dijemput paksa. Sedihnya.

Betapa bersyukurnya aku punya keluarga yang hangat.

Wait…

Gimana kalau, aku bisa berbagi sama orang-orang lain tentang ini? Mungkin bakal menyenangkan bgt. Bukankah ketahanan negara ini dimulai dari ketahanan institusi terkecilnya? Iya, dimulai dari keluarga-keluarga kecil kita. Bagaimana semangat berakhlaq mulia ditanamkan dengan penuh kasih sayang. Iman islamnya ditumbuhkan, akalnya ditajamkan, jasadnya dikuatkan. Betapa investasi yang besar bagi bangsa ini ketika memiliki anak-anak yang dididik dari keluarga yang hebat.  Bagiku, kembali ke rumah selalu jadi saat-saat paling menyenangkan. Aku juga ingin semua orang merasakan.

Eh, tunggu
Tapi aku belum punya partner sparing. Wkwk.
Mungkin ada yang atu visi, dan mau aku ajak sparing?
Nanti aku kasih kontak Umi
310819

                              

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara Musa dan Harun

Terkisah dua sosok nabi yang berjuang di satu masa. Diturunkan di tengah masyarakat Bani Israil yang piawai berkelit dan berkeluh kesah. Melawan tirani Firaun yang keji dengan pasukan penyihir sakti mandraguna. Musa, sesosok bayi yang lolos dari genosida karena skenario Sang Maha. Diangkat anak oleh sosok paling keji di dunia sekaligus wanita yang disebut paling mulia. Kini bertarung dengan Ayah angkatnya. Allah katakan, serulah dengan qaulan layyinan. Lidahnya yang cedal menjadi kekurangan yang sangat menggengu dalam misinya menyeru pada agama. Betapa berat cobaannya, pengikutnya tak seberapa. Ia pinta Harun, saudaranya untuk menemani langkah perjuangan. Untuk apa? Bukan untuk mengurangi bebannya, melainkan sebagai partner untuk senantiasa mengingat tuhan-Nya. Iya, bukan sebagai tempat berkeluh kesah, menimpakan beban, atau bahkan untuk disalah-salahkan. Dalam kehidupan berorganisasi, tak jarang kita menemukan partner-partner dalam hidup. Beberapa cocok dan bisa bekerja ...

Baru Kali Ini.

Ya, baru kali ini dalam sejarah semua orang dirumahkan, pertemuan ditiadakan, sekolah-sekolah diliburkan. Kata ayah, ini kejadian pertama bahkan dalam sekian panjang umur hidupnya, atau bahkan umur kakek. Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Wabah Covid-19 yang kontroversial ini mulai diwaspadai di Indonesia ketika umi dan yaya umroh bulan Januari lalu. Saat itu H-3 kepulangan. Bandara-bandara di Indonesia sudah mulai memasang thermal check. Aku kirimkan screenshot salah satu media yang aku baca “umi, yaya, pulangnya hati-hati ya.” aku kirimkan pesan singkat itu di grup keluarga. Sejak awal perbincanganku dengan teman-teman mengenai wabah ini, kita memang tidak pernah biasa memandangnya. Ini perkara serius yang harus ditangani segera.  Perkembangan setelah itu pesat sekali. Wacana publik yang berkembang di Indonesia, dari para ahli yang memperhitungkan banyak hal, hingga bumbu-bumbu politis dan kebijakan yang sampai hari ini belum terlihat titik terangnya. Rakyat disuguhi hi...

Cita-Citaku

Bicara soal masa anak-anak, pasti kita selalu dijarkan untuk membuat cita-cita. Dan kalo kita ingat lagi, rasanya dulu cita-cita kita suka berubah-ubah. Tergantung mood, pengetahuan, atau buah fikir lainnya. Aku pun begitu. Waktu aku kecil, aku punya cita-cita untuk menjadi dokter. Karena apa ya? Aku lupa. Seingatku, aku Cuma menganggap kalau profesi itu keren. Cukup. Soal dedikasi, profesi ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Lama kelamaan, ketika sedikit dewasa, aku mulai paham bahwa profesi dokter bukan profesi yang mudah dicapai. Butuh perjuangan, bahkan hanya untuk masuk ke pendidikannya. Bukan hanya itu, uang yang harus disediakan pun tidak sedikit. Tak sampai hati rasanya untuk memaksakan   cita-cita ini ke umi yaya. Ah, lagipula nilaiku juga pas-pasan. Kalau memang masih mau nekat, mungkin dokter gigi saja. Masa SMP-SMA adalah masa pencarian. Berbagai profesi aku perhatikan. Aku sempat ingin jadi politisi. Salah satu hobiku ketika di pondok adalah baca Koran di pap...