Bicara soal masa anak-anak, pasti kita selalu dijarkan untuk
membuat cita-cita. Dan kalo kita ingat lagi, rasanya dulu cita-cita kita suka
berubah-ubah. Tergantung mood, pengetahuan, atau buah fikir lainnya. Aku pun
begitu.
Waktu aku kecil, aku punya cita-cita untuk menjadi dokter.
Karena apa ya? Aku lupa. Seingatku, aku Cuma menganggap kalau profesi itu
keren. Cukup. Soal dedikasi, profesi ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Lama
kelamaan, ketika sedikit dewasa, aku mulai paham bahwa profesi dokter bukan
profesi yang mudah dicapai. Butuh perjuangan, bahkan hanya untuk masuk ke
pendidikannya. Bukan hanya itu, uang yang harus disediakan pun tidak sedikit.
Tak sampai hati rasanya untuk memaksakan
cita-cita ini ke umi yaya. Ah, lagipula nilaiku juga pas-pasan. Kalau
memang masih mau nekat, mungkin dokter gigi saja.
Masa SMP-SMA adalah masa pencarian. Berbagai profesi aku
perhatikan. Aku sempat ingin jadi politisi. Salah satu hobiku ketika di pondok
adalah baca Koran di papan. Berdiri berjam-jam pun aku kuat. Memperhatikan
satu-satu kolom berita. Setelah itu mampir ke kamar kak dah, nusaibah, atau
dapo untuk diskusi kecil-kecilan. Seru. Mereka juga suka membaca. Dari situ,
masalah yang paling kita senangi untuk didiskusikan adalah masalah politik.
Masalah Indonesia dan bahkan dunia. Kadang juga bahas kriminalitas sih (ini
favoritnya dapo. Bahkan sampai pernah ia bercita-cita jadi kriminolog). Atau
bahas HP terbaru ke kamar mbak icha (padahal ya, kita bawa HP pun
gaplek-gaplek. Hehe). Apapun yang kami bicarakan, rasanya ujung-ujungnya
berputar di ranah perpolitikan. Dari obrolan di meja kantin, hingga di kamar-kamar,
rasanya renyah sekali jika bicara soal politik.
Ada lagi. Aku pernah bercita-cita menjadi guru TK. Rasanya
senang sekali dikelilingi anak-anak. Disaat orang lain sibuk bekerja serius,
guru TK bekerja sambil bermain. Enak kan? Hehe. Sebenarnya, disini role model
yang aku ambil adalah umi. Ketika umi menceritakan segala hal tentang
pertumbuhan anak, rasanya mataku berbinar-binar. Ah, betapa anak-anak adalah
ladang yang sungguh gembur untuk ditanami berbagai macam pelajaran. Betapa anak
adalah investasi terbesar sebuah bangsa. Bukankah sebuah kebanggaan merawat
investasi-investasi itu? bahkan jikalau memang dari investasi tersebut bisa
diambil untung yang banyak, keuntungan itu bukan buat guru-guru itu saja. Tapi
untuk keluarganya, negaranya, dan agamanya. Tak jarang para guru tidak
mendapatkan apapun kecuali pahala yang mengalir karena kebermanfaatan ilmunya.
Betapa mulianya guru-guru TK ini bukan?
Masa kelas 3 SMA adalah masa krisis cita-cita dalam
kehidupanku. Saat dimana harus memilih jurusan. Kadang berfikir untuk oportunis
saja. Ah, bodo amat dengan cita-cita. Yang penting masuk universitas negeri.
Tapi realitanya, kalau kuliah tidak berdasarkan minat, juga percuma.
Berkali-kali aku mengembalikan pilihan dengan bertanya pada diri sendiri. “sebenarnya, cita-citaku ini apa? Apa yang
akan aku berikan dengan profesiku nanti?” aku memikirkan dari kemungkinan
terbaik sampai terburuk. Dan akhirnya, menemukan suatu kesimpulan.
Kalau memang sampai aku tua dan meninggal ternyata dunia
baik-baik saja, profesi apapun bisa aku lakukan dengan leluasa. Tapi pernahkah
kamu membayangkan bahwa suatu saat dunia tidak baik-baik lagi? Entah bagaimana,
dulu aku pernah berfikir –dan sampai sekarang- bahwa bukan tidak mungkin,
keadaan damai tidak bisa dipertahankan lagi di atas dunia. Kita kembali ke
jaman senjata dan perang. Atau kita dihadapkan pada keadaan bencana yang
melumpuhkan seluruh aktifitas masyarakat dan membutuhkan waktu untuk dapat
kembali ke keadaan semula. Satu pertanyaan yang saat itu terngiang di fikiranku
“apa yang bisa aku lakukan?”. Beberapa temanku menertawakan. Ada juga yang
langsung mengelus dada dan berguman naudzubillah. Tapi bagaimanapun, keadaan
terburuk harus dipersiapkan.
Dan akhirya, ketika itu aku memutuskan untuk memilih bercita-cita
menjadi dokter.
Lah sekarang kok di kebidanan? Wkwk.
Jangan khawatir, aku belum berhenti bercita-cita.
Kau tau, sekarang aku berfikir bagaimana caranya agar
anak-anak di seluruh negri siap untuk menghadapi keadaan terburuk dalam
hidupnya. Bagaimana cara mempersiapkan mereka bahkan dari sebelum mereka ada di
dunia.
Bismillah, Aku yang
akan mempersiapkan tentaranya.
14.03.18
Komentar
Posting Komentar