Aku punya banyak
teman-teman yang hebat. Kami mengabdi bersama untuk melakukan hal-hal besar.
Beberapa waktu yang
lalu, dua temanku harus berangkat untuk melaksanakan tugas belajar. Padahal pekerjaan
yang harus kami lakukan sedang banyak-banyaknya. Aku ngga faham kenapa waktunya
pas sekali. Aku mencoba ikut bahagia. Mereka
harus tetap berangkat. Meski 1-2 minggu bukan waktu yang singkat. Aku selalu
ingat, bahwa mereka akan kembali dengan ilmu baru yang membuat etos kerja kita
lebih meningkat. Aku percaya itu.
Tak lama kemudian,
teman seperjuanganku yang lain memberi kabar. Kabar yang dari lama dirahasiakannya.
Katanya “nanti aja aku kasih tau kalo udah keterima”. Sepertinya dia takut aku
marah-marah dan melarangnya karena aku memang galak. Saat itu, aku tidak menyangka. Ternyata ia lolos dan
menjadi finalis di salah satu ajang kompetisi terbesar se-kota. Butuh waktu
yang panjang untuk menyelesaikan kompetisi ini, bahkan harus menjalani berbagai
karantina. Aku bernafas panjang, agaknya takut dilupakan sebagai bagian dari
amanah lama. Tapi tak apa, toh masa pengabdian ini tidak berhenti di sini saja.
Masih ada berpuluh tahun waktu untuk kami mengabdi. Biarlah masa ini menjadi
berharga baginya. Jadi aset terbaik sepanjang hidupnya. Meski hari ini -sejak
saat itu- kabarmu masih menjadi hal yang paling kutunggu dan yang paling
berharga. Tak apa hari ini kau lupa. Tapi suatu hari, kau akan tau seberapa
penting jalan pengabdian ini dan hatimu akan selalu terpikat disana. Ya, aku
percaya.
Kabar lain menyapa,
lagi-lagi tanpa mukaddimah. Beberapa hari sebelum keberangkatan, ia menyapaku “alsa,
aku keterima exchange ke china”. tidak ada hal lain yang bisa kuucapkan selain
kata “ah iya, gapapa” sambil tersenyum selebar mungkin. Dalam hati,
menghitung-hitung. Apa saja yang harus kupersiapkan untuk menggantikan perannya
selama ia tak ada? Ia terlalu hebat untuk digantikan. Hanya 2 minggu
sebenarnya, tapi 2 minggu ketika ia pergi adalah waktu yang cukup krusial dalam
pekerjaan kami. Aku sayang padanya, sungguh. “pergilah, tak apa, asal kau bawakan
aku oleh-oleh naga. wkwkwk”. Ini mungkin akan jadi pengalaman terbaik dalam hidupmu,
tapi sungguh aku lebih senang ketika kau memberitahuku lebih awal, agar aku
bisa memikirkan oleh-oleh apa yang harus kupesan. Aku harap, kita masih saling
percaya.
Satu lagi. Kawanku yang
ini memutuskan pilihan besarnya untuk menikah di usia muda -bukan hanya satu
orang sebenarnya-. Siapa teman yang tidak berbahagia ketika teman terdekatnya
menikah? Kurang ajar sekali. Tetapi di sisi lain, kami masih punya proyek
besar. “janji ya, jangan ninggalin kami. Kita selesaikan bareng-bareng ya”
ujarku saat itu. Baginya, menikah adalah sebuah darurat. Sudah banyak yang
menggoda, harus disegerakan. Aku menerimanya, bahkan mendorongnya dan membantu
di saat hari bahagianya tiba. Tapi hari ini, aku harus percaya bahwa kita
sama-sama berusaha. Kau masih berusaha
beradaptasi dengan kondisimu yang baru, aku berusaha untuk tetap percaya akan
janji kita untuk menyelesaikan proyek besar kita bersama.
Bukan hanya saling
mengenal, proses pertemanan kita adalah proses saling mengerti. Bahkan saling
membantu dan saling mendahulukan hajat satu sama lain. Mengerti posisimu adalah
satu dari sekian pelajaran berharga dalam
hidupku. Terkadang perlu banyak pemakluman untuk menjaga ikatan antara kita. Aku
tidak akan lelah untuk memaklumi segala kondisimu, semoga kaupun juga
sebaliknya.
Seseorang pernah berkata kepadaku
Bahwa rasa sayang harus dibilang dengan kata
Uhibbukum Fillah
Hanya Allah yang bisa merekatkan ikatan antara kita
Pergilah kawan, mimpimu adalah mimpiku juga
Bahagiamu, bahagiaku juga
Semoga kalian membaca disaat yang tepat
250918
Komentar
Posting Komentar