Langsung ke konten utama

Hari Pertama Ramadhan 2018



“Senangkah kau ketika adzan maghrib dikumandangkan, sedangkan esok hari puasa?”

Ibaratkan sebuah game, ramadhan adalah level bonus yang setara dengan kemenangan 1000 level yang lainnya dengan mengalahkan bos besar nafsu kita sendiri. Pertanyaannya, apakah kita bisa memastikan dapat memasuki level tersebut jika di level sebelumnya kita sudah “game over”? atau mungkin nyawa kita ternyata sudah tinggal 1 dari yang semulanya 3, apakah kita bisa optimal di level tersebut?

Siapa yang bisa menjamin kita masuk ke bulan ramadhan?

Maghrib itu, aku beraktifitas seperti biasa. Rasa senang karena memasuki ramadhan sudah tentu ada. Tapi jujur rasanya agak sedikit hambar. Mungkin persiapan selama ini masih kurang. Selepas tarawih, aku mendapatkan berita. Dosen yang paling kami sayangi meninggal dunia. Tidak ada satupun yang menyangka. Umurnya masih sangat belia. Pembawaannya sangat ceria. Tidak pernah marah, semua mahasiswa merasa beruntung dibimbing olehnya. Beliau dipanggil ke haribaan-Nya beberapa minggu setelah persalinan anak pertamanya. Anaknya sehat, bahkan sebelumnya kami tidak pernah mendengar berita buruk tentang kondisi kesehatan beliau meskipun proses persalinannya tidak sesuai rencana.

Saat aku melayat ke rumahnya, disampaikan bahwa beliau meningal pukul 17.30. tepat beberapa menit sebelum adzan maghrib berkumandang. Tepat beberapa menit sebelum ramadhan datang.
Sepulang dari melayat, belum selesai masa berduka, berita lain datang. Salah satu temanku masuk rumah sakit semalam. Beberapa jam setelah adzan maghrib berkumandang, beberapa jam setelah ramadhan datang.

Kawan ku ini seorang laki-laki yang tinggi dan besar. Ketika kami menjenguknya, bahkan rona wajahnya masih terlihat baik-baik saja. Setelah kami berbincang beberapa saat, kami tau bahwa sakitnya akibat radang lambung, karena tidak teratur makan katanya. Beberapa saat kemudian, ia terduduk dan memuntahkan isi lambungnya yang sudah kosong sedari awal. Ia ambil obatnya untuk diminum, tapi apa daya, tubuhnya menolak mentah-mentah.  Di depannya ada berbagai makanan, tapi tak satupun bisa disentuhnya.

Setelah aku menjenguknya, aku teringat bahwa aku berjanji untuk memenuhi suatu undangan. Sesampainya aku di tempat undangan, aku melihat ada seseorang yang membacakan puisi. Begini katanya “apakah surga harus dicari, ketika ia bisa ditemukan di bibir pantai dimana matahari terbenam dengan indahnya? Apakah surga harus dicari, ketika ia hadir di puncak pendakian kita saat mentari terbit dengan eloknya?”

Aku termenung, sampai detik ini aku masih mencari surga yang Allah janjikan. Salah satunya dengan optimal beribadah di bulan ramadhan. Siapakah ia yang tak ingin mencari surga? Usut punya usut, ternyata yang membacakan puisi tadi adalah seorang non-muslim.  Saat itu aku paham, mengapa ia tak memahami indahnya surga yang dimaksudkan.

Dalam waktu 24 jam itu aku belajar. Bahwa sampainya kita di bulan ramadhan ini adalah suatu karunia yang besar. Ada orang yang menginginkan indahnya ramadhan, tapi izrail ternyata lebih dahulu datang. Ada yang merindukan puasa dengan tenang, tapi ternyata ia dipaksa puasa dengan sakit yang dideritanya. Ada yang bahkan tidak merasa penting bertemu dengannya, karena nikmatnya iman dan islam belum sampai di lubuk hatinya.  

Lalu aku tau, mengapa rasa hambar itu ada. Karena syukurku yang kurang sepertinya.

Selepas shalat maghrib hari itu, aku pejamkan mata
Kukirimkan doa untuk dosenku agar diberikan ketenangan di alam kuburnya
Kukirimkan doa untuk temanku agar sakitnya jadi penggugur dosa
Kukirimkan doa untuk semua yang belum merasakan nikmatnya iman dan islam
Semoga suatu saat, Allah memperkenankan hatinya untuk merasakan nikmat sama
 dengan apa yang telah aku rasa.
200518
Image result for orang meninggal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selagi muda, belajar!

Jadi, aku mau cerita, Pada suatu hari (ehem)…  Aku, seorang mahasiswi usia 22 tahun. Yang insomnia kalau sudah masuk usia kritis finansial. Kebetulan hari itu kena musibah, rantai motor yang romantis menemaniku setiap hari akhirnya memutuskan hubungan rantainya. Alhasil, malem itu aku harus nelpon umi, minta tolong dijemput dan motor malang itu terpaksa harus kutitipkan di sebuah kantor bisnis coaching. Sambil nunggu dijemput, aku membaca sebuah selebaran. Dalam waktu dekat akan ada pelatihan bisnis. Sepertinya aku sudah mulai butuh untuk upgrade diri ke arah sana. Akhirnya, malam itu diakhiri dengan batinan yang ternyata didengar Allah sebagai doa. Iya, doa 1 bulan setelahnya, mendekati waktu training bisnis, ayah tiba-tiba bilang. “kak, daftar ke coaching bisnis ya” “ehiya? Yang mana?” dan ditunjukkanlah brosur persis seperti yang aku lihat malam itu. Setelah sedikit berdiskusi. Bismillah, insyaallah berangkat.  Setelah hari H, ada sedikit miskom deng...

Don't Break the Chain

Ada suatu waktu dimana kita terinspirasi akan suatu hal, berusaha berubah setelahnya. Satu-dua hari tekat itu berhasil. Hari setelahnya, kita lupa lalu berkurang-berkurang, sampai kita semakin pesimis   akan tekat kita di awal. Kembalilah kita di kebiasaan sebelumnya. Akhirnya terbentuklah siklus males- terinspirasi- lupa- pesimis- males lagi (Hiyaa). Istiqomah ada kaitannya dengan habit. Habit, maknanya sebuah kebiasaan. Seseorang akan terbentuk sesuai kebiasaannya. Membentuk sebuah kebiasaan itu ngga gampang gais. Ada lika-liku yang harus ditempuh. Kalau kata pak Rhenald Kasali dalam bukunya self driving , ada peran mielin (atau simpelnya ingatan dalam tubuh kita) ketika kita membentuk sebuah kebiasaan. Jalur syaraf yang semakin sering digunakan dan distimulus membuat mielin pada syaraf tersebut menebal. Di awalnya kita akan memaksa-maksakan diri untuk membiasakan hal baru. Butuh repetisi dan keteguhan hati. Don’t break the chain . Setelah lewat 21 hari, ia akan ...

Dosis Terapi

Kamu punya target harian tilawah ngga? Aku punya. Simpel sih. 1 juz per-hari. Kalau aku berhasil menuntaskan itu, rasanya hal itu jadi terapi buat mood ku selama seharian. Kalau aku baca di awal hari, aku bakal ngerasa seharian itu lebih yakin dan tenang. Kalau aku baca di akhir hari, aku bakal banyak banget merefleksi hari itu. Yang buruk biar jadi pembelajaran, yang baik untuk dipertahankan. Aku menyebut 1 juz sehari sebagai dosis terapi. Karena (versiku) dibawah itu belum berhasil jadi terapi buat jiwaku yang gampang bet goyah ini hehe. Untuk sampai ke kebiasaan 1 juz itu gampang ngga sih? Sejujurnya ngga. Butuh menangkal beribu pemakluman atas diri sendiri yang super manja. Ketika aku marah-marah sama diriku sendiri, aku bilang “ kuncinya Cuma satu, kamu mau berubah atau ngga?”. Dan harus bener-bener galak sama diri sendiri. Heu Ada saatnya juga, dimana kita udah baca, sampe ditengah-tengah nih malah capek ngos-ngosan. Habis itu malah ngitung jumlah halaman yang...