“kamu akan selalu punya waktu untuk yang dicinta”
Prioritas, biasanya diidentikkan dengan mana yang lebih
penting, mana yang lebih mendesak, mana yang lebih harus didahulukan. Tapi
sebenarnya, secara sederhana bisa kita runtut, yang mana yang lebih kau cinta,
itulah yang kau jadikan prioritas.
Mari kita coba ambil sebuah kasus.
Ketika di rumah, orang tua kita sakit. Sedangkan ada
pekerjaan yang harus diselesaikan di kantor. Mana yang kiranya akan
diprioritaskan? Jika kita lebih cinta pada orang tua di rumah, maka bisa jadi
kita pulang dan menjenguk orang tua. Jika kita lebih cinta terhadap pekerjaan
kita, maka kita akan tinggal dan menyelesaikan semuanya.
Sederhananya seperti itu. Tapi nyatanya, hidup ini kadang
tidak sederhana.
Ketika kita pulang ke rumah dengan niat tidak ingin
dipandang buruk oleh keluarga, maka cinta kita untuk siapa? Untuk orang tua,
atau untuk pandangan orang semata?
Ketika kita memutuskan untuk tidak pulang dengan
pertimbangan bahwa apa yang kita kerjakan bahkan menyangkut nyawa orang yang
lebih banyak –misalkan dokter-, tidak bisa menunggu dan tidak bisa digantikan,
sedangkan rasanya, kita masih bisa menjenguk orangtua kita setelah perihal ini
diselesaikan, maka cinta ini untuk siapa? Benarkah pekerjaan ini hanya berarti materi
semata?
Apa yang menjadi dasar dari segala perbuatan kita, itulah
yang secara tidak sadar sebenarnya kita cinta.
Kalau cinta dunia?
Secara sederhana, tanyakan pada hatimu apa yang menjadi
alasan atas rutinitasmu selama ini. Tanyakan hingga menemukan pangkal dimana
kamu tidak lagi bisa menjawab. Itulah alasan terdalam dari amalanmu selama ini.
Dan disitulah sebenarnya cintamu selama ini berada. Sudahkah ia pada
jawaban-jawaban yang pantas?
Kamu kuliah karena apa? kamu ikut organisasi karena apa? Kamu
ngaji karena apa?
Iyakah mentok di
alasan-alasan duniawi, atau memang hanya ridho Allah yang dicari?
120418
Komentar
Posting Komentar