Dalam lika-liku pertemanan, selalu ada terselip candaan-candaan.
Candaan memang tidak seharusnya terlontarkan, tapi terkadang kita tidak bisa
selalu kaku dalam berteman. Candaan yang menyinggung, butuh dimaafkan. Candaan
yang renyah, butuh ditertawakan. Itu kalau kita lihat dari sudut pandang diri
kita sebagai objek. Sebgai subjek, jangan disamaratakan. Tidak semua tawa dan
diamnya teman kita berarti keadaan hatinya baik-baik saja.
Ada beberapa candaan yang sejujurnya aku paksakan tertawa
ketika mendengarnya. Bukan karena tersinggung, tapi karena aku takut
tergelincir ke tempat yang tidak seharusnya. Izinkan aku menuliskannya, karena
bisa jadi bukan hanya aku yang tidak suka.
Yang pertama, aku terpaksa tertawa ketika ada yang menjodoh-jodohkan.
Pernah dengar ungkapan witing tresna
jalaran kulina? Adanya cinta karena terbiasa. Masalah hati. Candaan dengan
repetisi yang berkali-kali bisa jadi doktrin tersendiri. Sedikit cerita, aku
pernah terlalu dekat dengan seseorang hanya karena awalnya dijodoh-jodohkan
dengannya. Aku tau mereka bercanda. Tapi tak terasa, awalnya penasaran
lama-lama menjadi nyaman. Awalnya hanya kenal biasa, lama-lama mesra juga. Kepleset jadi terlanjur tresna. Dari hati, jadi perilaku. Ini
sebenarnya tentang prinsip hidup juga. Bukankah yang baik akan datang dengan
cara yang baik-baik? Kadang diri tidak bisa membentengi, terlebih ada teman
yang mengompori. Terlalu. Asal kau tau, untuk melepaskan kebiasaan dan perasaan
butuh banyak waktu dan tenaga. Jangan buat temanmu lelah karena candaan-candaan
yang melambungkan hatinya tinggi-tinggi, tapi sewaktu-waktu bisa
menghempaskannya dalam-dalam.
Yang kedua, tentang amanah yang akan datang. Jangan
main-main dengan amanah. Karena ia tidak pernah datang dengan bercanda. Asal
kau tau, candaan itu bukan membuatnya lebih legawa
menerima amanah. Aku pernah merasakan ketakutan yang timbul karena aku tau
bahwa hal itu berat dan parahnya, terlalu sering orang-orang mengungkapkannya
dengan bercanda. Yang lebih parah, pernah juga aku merasa sombong, karena
merasa pasti aku yang akan menempati posisi itu, orang-orang terlalu banyak
berbicara hal tersebut kepadaku, meski bercanda. Lagi-lagi masalah hati. Amanah
seharusnya bisa diterima dengan hati yang bersih. Tanpa dibumbui ambisi, tanpa
dihantui oleh ketakutan yang berlebih.
Cukup dua hal itu yang menjadi penekanan selama ini. Jika
memang tidak bisa memberitahu semua orang bahwa aku tidak suka, minimal aku
berusaha untuk tidak melakukannya. Prinsipnya, “in ahsantum, ahsantum lianfusikum. Wa in asatum falahaa”. Kalau
kamu berbuat baik, maka kamu sesungguhnya berbuat baik bagi dirimu sendiri.
begitupun perbuatan buruk.
Ohiya, satu lagi
Jangan coba-coba bercanda ketika memang jadwal bulanan
datang. Kamu tau sendiri akibatnya.
Hati-hati dengan lisan
Ia menggambarkan iman
Teko yang diisi teh dan
gula, tidak akan mengeluarkan kotoran
09.02.2018
Komentar
Posting Komentar