Dalam hidup, kita sering dihadapkan dengan persimpangan.
Semakin dewasa, pilihan-pilihan itu semakin rumit. Berpilin-pilin, membuat
semua pilihan sukar untuk diambil. Ada yang terlihat mudah ternyata tidak
mudah. Sebaliknya, yang terlihat sulit, ketika dijalani ternyata kita bisa
menikmatinya. Ibarat kita benar-benar sedang berjalan di persimpangan, jarak
pandang kita hanya dapat seluas cakrawala. Belum lagi jika tertutup pohon-pohon
atau gedung yang terlihat mewah di depan mata, padahal di sebaliknya entah apa
yang menunggu di sana. Lalu apa solusinya?
Istikharah
Sudah pernah melakukannya? Et, jangan salah. Istikharah
bukan hanya untuk memilih pasangan hidup. Saat memilih sekolah, pekerjaan,
organisasi, jabatan, atau bahkan memilih presiden dan wakil-wakilnya. Kalau
ngga salah, ada sebuah riwayat hadits yang mengatakan bahwa orang yang
bermusyawarah tidak akan menyesal dan yang beristikharah tidak akan pernah
merugi. Kalau mau tanya dalil-dalil, bukan aku ahlinya. Tapi kalau ditanya
cerita gimana rasanya setelah shalat istikharah, aku sudah cukup sering
mengalaminya.
Seingatku, pertamakali aku shalat istikharah adalah ketika
memilih SMA. Waktu itu aku mengupayakan untuk masuk ke salah satu sekolah milik
eyang habibie di Serpong. Tes nya luar biasa sulit. Di sisi lain, aku tidak
menginginkan apapun (lah. Wkwk). Iya, maksudnya kalau ngga diterima di sekolah
yang aku inginkan, aku berencana untuk tetap bersekolah melanjutkan di yayasan
yang sama dengan SMP ku. Yang mana ketika itu kita ngga perlu untuk mengulang
pendaftaran administrasi sekolah. Cukup daftar ke TU, bilang “ bu, saya mau
lanjut SMA disini” selesai. Wkwkwk. Tanpa effort yang berarti. Singkat cerita,
setelah semua usaha yang aku lakukan untuk masuk ke sekolah impian, aku
diumumkan tidak lolos masuk kesana.
Et, tunggu. Emangnya jawaban istikharahnya apa?
Apakah aku mendapatkan jawaban lewat mimpi? Kejadian? Atau
bisikan-bisikan? Wkwk. sering dari semua jawaban istikharah itu ngga aku
dapatkan secara eksplisit. Aku memilih untuk tidak mempercayai mimpi, karena
takut kalau mimpiku ngga valid. Maklum, apalah saya yang banyak dosa dan memang
jarang aku dapat menyimpulkan dari mimpi, jadi aku lupakan saja bunga-bunga malam
itu. Beberapa kali juga mencari isyarat dari baca Qur’an. cari yang ngena di
hati gituu. tapi tetap bukan eksplisit yang aku dapat.
Tau, apa yang aku dapat?
Yap, ketenangan hati.
Meminjam pernyataan dari seorang ustadz ternama, setelah
istikharah coba kita kembalikan ke titik objektif. Kita pilih yang sesuai
dengan nalar dan akal kita. Evaluasi lagi, sudah luruskah niat kita? Bukan
sekedar cap-cip-cup kembang kuncup. Terkadang butuh juga dimusyawarahkan
dengan-orang orang terkait, misal orangtua. Dengan kondisi hati yang tenang,
insyaallah kita bisa paham konteks secara lebih menyeluruh. Lebiih bisa
memutuskan tanpa didasari nafsu belaka. Usaha yang kita lakukan juga lebih
ikhlas. Tetep harus maksimal, tapi pada saat kita mendapat sebuah ketetapan
yang tidak sesuai dengan keinginan kita rasanya hati ini masih bisa bernafas
lega.
Akhir-akhir ini aku jadi faham, kenapa nabi Zakaria tidak
pernah menyesal dalam berdoa padahal Allah tidak menganugerahkan anak hingga
usianya senja. Karena pada hakikatnya, jawaban Allah atas setiap doa-doa selalu
yang terbaik buat hamba-Nya. Entah jawabannya iya, tidak, tunda, atau diganti
dengan yang lebih indah.
Pernah satu kali aku mengingkari apa yang sudah ditetapkan
di hati setelah aku shalat istikharah. Sekitar kelas dua SMA. Waktu itu aku
ditawari untuk mengikuti pelatihan atlit Tapak Suci di sekolah, padahal aku
samasekali ngga berbakat disana. Hanya saja, teman-temanku banyak yang atlit.
Waktu itu, kelas A -yang paling kecil berat badannya- tidak ada yang mau
mengisi. Karena kedekatanku itulah, mereka memohon-mohon dengan sangat. Padahal
aku sudah memutuskan ngga, terpaksa mengiyakan akhirnya. Setelah kurang lebih
setengah tahun berlalu, aku ngga mendapatkan prestasi apapun meskipun berstatus
sebagai atlit. Bahkan ikut lomba pun tidak. Aku pernah menyesal dan menangis
karena hal ini. percuma aku mengikuti pelatihan selama ini, setelah setengah
tahun berselang akhirnya malah adek kelas ku yang diijinkan untuk ikut
bertanding. Tau, apa yang Allah rahasiakan setelah itu? Ternyata di lomba itu,
adek kelas yang menggantikanku mengikuti lomba terkena cidera. Allah
seakan-akan mau menyampaikan bahwa Apapun yang aku putuskan, Allah tetep bakal
kasih yang terbaik. Tinggal aku yang meluruskan niat dan berikhtiar semaksimal
yang aku bisa. Bahkan kesalahan dalam memilih inipun jadi pembelajaran yang
menurutku ngga ternilai harganya.
Maka sampai hari ini, aku masih terus menghadapi
persimpangan-persimpangan. Bahkan ada hari dimana aku setiap hari
beristikharah, karena sewaktu-waktu diminta untuk memutuskan perkara besar yang
menyengkut orang banyak. Coba renungkan, Dalam segala urusan, Allah pengen kita
terus kembali kepada-Nya. Itulah kenapa, semua ada doanya. Jangankan untuk
memilih hal-hal besar, sekedar untuk ke kamar mandi saja kita minta
perlindungan-Nya.
Jangan ragu buat
istikharah
Karena semua ketentuan
ada di tangan-Nya
Sesombong itu kah kita
memilih dengan hanya percaya pada diri yang penuh alfa?
250120
Komentar
Posting Komentar