Langsung ke konten utama

Arsip Sejarah Kehidupan

Image result for diary


Untuk apa aku menulis? Untuk mengarsipkan dokumen diriku :)

Simpel kan ya? wkwk. aku mulai menulis sejak kelas 1 SMP. Dari dulu, aku tipe orang yang sulit sekali mengungkapkan perasaan lewat bicara. Gatau kenapa, setiap kali bicara aku cenderung gagap. Rasanya kecepatan berfikirku tidak sejalan dengan kecepatan mulutku dan aku ngga bisa sembarang cerita ke orang. Aku tipe orang yang sulit mempercayai teman. Padahal aku lancar ketika mengungkapkannya dalam tulisan. Di kelas 1 SMP itu, aku banyak mendapatkan tekanan dari senior. Sebenarnya bukan aku sih yang ditekan. Secara umum, angkatanku mendapatkan tekanan. Tapi aku ngga bisa melampiaskan kekesalanku ke orang. Jadilah aku beli 1 buku yang bener-bener aku suka untuk melampiaskan segalanya. Apapun perassaanku aku tuliskan. Bahkan ada lembar-lembar yang basah karena air mata, atau sobek karena kesal sekali aku waktu itu. Bahasa yang aku pake lucu banget. Wkwk, bahkan kebanyakan alay. Tapi sebenernya, setelah aku perhatikan, mulai saat itulah aku belajar mengenali diri. Mengenali cara yang tepat untuk melampiaskan emosi tanpa harus merugikan orang lain.

Iya, kalau aku ditanya tentang hobi pasti aku bilang kalau hobiku nulis diary. Ngga ada yang lebih menyenangkan daripada saat-saat sebelum tidur di depan bukuku. I can tell anythink. Bahkan pernah ada kondisi dimana aku ngga percaya dengan siapapun, dan semuanya aku ceritakan ke buku diaryku. It made me better. 

Selama di pondok, aku menghabiskan banyak sekali diary. Baru-baru ini aku buka dan aku tertawa-tawa melihat isinya. Beberapa bikin terharu sih, menyadarkan bahwa aku sudah tumbuh selama ini.  lebih banyak lagi fase-fase alaynya. Maklum anak SMP-SMA wkwk. ada surat untuk diriku di masa depan. Ada surat-surat dari temanku. Bahkan ada juga ungkapan buat suami masa depanku (ini geli bet. Wkwk). bahkan saking berharganya buku dan pulpen diaryku, aku pernah menuliskan puisi tentang pena. Heu-heu. 

Menulis juga salah satu cara untuk healing my self, dan itu aku lakukan sampai sekarang. Kadang aku menuliskan cita-cita, berharap dicatat juga sama Allah sebagai doa. Kadang aku mengapresiasi diri dan bahkan orang lain, ngga jarang menghujat diri juga sebagai bentuk refleksi. Menulis membuatku lebih jujur kepada diri sendiri. Tulisanku adalah sebuah refleksi dari kondisi diriku di hari-tempat-waktu itu.

Tapi mulai saat ini, aku mengekspansi tujuanku menulis. Dulu aku menulis untuk diri sendiri, berharap tidak ada orang yang tau. Sekarang, aku mulai menulis untuk dibagi. Aku senang sekali menjawab keresahan orang-orang, menyapa mereka, menceritakan diriku dan apa yang aku rasakan. Tidak semua hal bisa ditiru dari diriku, tapi sedikit yang aku punya barangkali ada orang yang mebutuhkannya diluar sana. Apa salahnya dibagi meskipun sedikit?

Setidaknya inilah caraku mengarsipkan rasa, mengarsipkan kehidupan. Menulis juga salah satu caraku merintis sejarah. Sejarah diriku, yang aku tulis untuk anak, cucu, bahkan cicit yang nanti akan melanjutkan perjuanganku.

Teruntuk anakku sayang
Nak, Kalau aku sudah tua mungkin ingatanku tidak lagi segar
Minta tolong bukakan kembali tulisan-tulisan ini
Ingatkan padaku, ceritakan pada anak cucu kita
 bahwa narasi hidup kita adalah narasi pejuang
yang tak akan usai hingga kita menapak surga

060719

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selagi muda, belajar!

Jadi, aku mau cerita, Pada suatu hari (ehem)…  Aku, seorang mahasiswi usia 22 tahun. Yang insomnia kalau sudah masuk usia kritis finansial. Kebetulan hari itu kena musibah, rantai motor yang romantis menemaniku setiap hari akhirnya memutuskan hubungan rantainya. Alhasil, malem itu aku harus nelpon umi, minta tolong dijemput dan motor malang itu terpaksa harus kutitipkan di sebuah kantor bisnis coaching. Sambil nunggu dijemput, aku membaca sebuah selebaran. Dalam waktu dekat akan ada pelatihan bisnis. Sepertinya aku sudah mulai butuh untuk upgrade diri ke arah sana. Akhirnya, malam itu diakhiri dengan batinan yang ternyata didengar Allah sebagai doa. Iya, doa 1 bulan setelahnya, mendekati waktu training bisnis, ayah tiba-tiba bilang. “kak, daftar ke coaching bisnis ya” “ehiya? Yang mana?” dan ditunjukkanlah brosur persis seperti yang aku lihat malam itu. Setelah sedikit berdiskusi. Bismillah, insyaallah berangkat.  Setelah hari H, ada sedikit miskom deng...

Don't Break the Chain

Ada suatu waktu dimana kita terinspirasi akan suatu hal, berusaha berubah setelahnya. Satu-dua hari tekat itu berhasil. Hari setelahnya, kita lupa lalu berkurang-berkurang, sampai kita semakin pesimis   akan tekat kita di awal. Kembalilah kita di kebiasaan sebelumnya. Akhirnya terbentuklah siklus males- terinspirasi- lupa- pesimis- males lagi (Hiyaa). Istiqomah ada kaitannya dengan habit. Habit, maknanya sebuah kebiasaan. Seseorang akan terbentuk sesuai kebiasaannya. Membentuk sebuah kebiasaan itu ngga gampang gais. Ada lika-liku yang harus ditempuh. Kalau kata pak Rhenald Kasali dalam bukunya self driving , ada peran mielin (atau simpelnya ingatan dalam tubuh kita) ketika kita membentuk sebuah kebiasaan. Jalur syaraf yang semakin sering digunakan dan distimulus membuat mielin pada syaraf tersebut menebal. Di awalnya kita akan memaksa-maksakan diri untuk membiasakan hal baru. Butuh repetisi dan keteguhan hati. Don’t break the chain . Setelah lewat 21 hari, ia akan ...

Dosis Terapi

Kamu punya target harian tilawah ngga? Aku punya. Simpel sih. 1 juz per-hari. Kalau aku berhasil menuntaskan itu, rasanya hal itu jadi terapi buat mood ku selama seharian. Kalau aku baca di awal hari, aku bakal ngerasa seharian itu lebih yakin dan tenang. Kalau aku baca di akhir hari, aku bakal banyak banget merefleksi hari itu. Yang buruk biar jadi pembelajaran, yang baik untuk dipertahankan. Aku menyebut 1 juz sehari sebagai dosis terapi. Karena (versiku) dibawah itu belum berhasil jadi terapi buat jiwaku yang gampang bet goyah ini hehe. Untuk sampai ke kebiasaan 1 juz itu gampang ngga sih? Sejujurnya ngga. Butuh menangkal beribu pemakluman atas diri sendiri yang super manja. Ketika aku marah-marah sama diriku sendiri, aku bilang “ kuncinya Cuma satu, kamu mau berubah atau ngga?”. Dan harus bener-bener galak sama diri sendiri. Heu Ada saatnya juga, dimana kita udah baca, sampe ditengah-tengah nih malah capek ngos-ngosan. Habis itu malah ngitung jumlah halaman yang...